Sabtu, 30 Agustus 2003

Kiai Khos Hadiri Ijtima Jamaah Tablighj di Magetan

Harian Surya (30/8/2003)

Magetan,Surya - Tabligh akbar yang digelar Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fatah, Desa Temboro, Kecamatan Karangrejo, Magetan, ternyata bukan acara biasa. Buktinya, kiai khos asal Ponpes Langitan Tuban, KH Abdullah Fakih menyempatkan hadir dalam hajatan besar yang digelar 29-31 Agustus ini.
Kedatangan kiai yang memiliki pengaruh besar itu, tidak sendirian. Sekitar 200 ulama lainnya dari berbagai daerah di Indonesia juga datang dalam acara tersebut. Cuma, dari sekian banyak ulama tersebut, Abdullah Fakih yang dipandang sebagai ulama besar.
"KH Abdulah Fakih itu merupakan sesepuh dan kiai besar. Saat kami bercerita mau mengadakan acara ini, beliau janji hadir. Anda sendiri kan tadi ikut mendengar ceramahnya," sebut Ustadz M Salim, pelaksana harian Ponpes Al Fatah saat ditemui Surya, Jumat (29/8).
Kedatangan KH Abdullah Fakih, kata M Salim, semata-mata untuk melakukan silaturahmi di Ponpes Al Fatah. Sebagai sesepuh, KH Abdullah Fakih memberi ceramah usai melakukan shalat Jumat di hadapan sekitar 15.000 umat Islam yang sedang berkumpul di Ponpes Al Fatah.
Dalam ceramahnya selama 15 menit, Abdullah Fakih mengaku, dirinya bangga dan terharu umat Islam bisa berkumpul dalam satu tempat dengan jumlah yang amat banyak dalam majelis mubarakh di sini (Al Fatah,-Red).
Dia meminta, umat Islam harus selalu bertaqwa kepada Allah swt, terutama dalam mendirikan shalat. Shalat yang baik harus dilakukan secara jemaah dan lebih utama di masjid. "Jadilah pelopor jemaah. Lewat shalat jemaah, hidup akan lebih baik," ungkap KH Abdullah Fakih.
Kendati ada sekitar 200 ulama atau kiai berkumpul di Al Fatah, Ustadz Salim mengelak bahwa kegiatan ini bakal memutuskan atau memusyawarahkan sesuatu hal.
Para kiai datang ke acara tersebut, murni karena ingin ibadah dan silaturahmi. "Ulama berkumpul itu biasa. Sebagai umat Islam, kita harus melakukan bersilaturahim dengan yang lain," tambahnya.
Tak ada acara khusus
Berdasarkan pantauan Surya, Jumat (29/8), di Ponpes Al Fatah, tidak ada agenda acara khusus yang tersusun secara rapi. Jemaah yang mencapai jumlah sebanyak 15.000 itu hanya berkumpul di tanah lapang seluas dua hektar yang disebut medanjuro (tempat pertemuan), semata-mata untuk beribadah mendekatkan kepada Allah swt. Mereka seperti melakukan iktikaf di dalam masjid.
Bedanya, jemaah di Al Fatah tidak ditempatkan di masjid. Mereka menempati lahan persawahan yang habis dipanen. Lahan itu diberi tenda dengan tinggi sekitar lima meter dan bentuknya memanjang untuk menghindari terik matahari.
Jerami sebagai alas dasarnya, kemudian jamaah menggelar tikar, terpal atau gelaran lainnya.
Selain sebagai tempat iktikaf, tempat tersebut ternyata digunakan sebagai tempat istirahat selama tiga hari. Terlihat perbekalan makanan, minuman dan tas-tas jemaah juga banyak tersebar di medanjuro.
M Salim menambahkan, jemaah yang hadir merupakan alumni Ponpes Al Fatah mulai tahun 1950, pertama kali ponpes didirikan. Alumninya tersebar di seluruh pelosok tanah air, ada juga yang di luar negeri, di antaranya Malaysia, Thailand, Singapura, India, Banglades dan Madinah dengan jumlah sekitar 100 jemaah.
Siaga I dicabut
Sementara itu, Kapolda Jatim Irjen Heru Susanto, Jumat (29/8), menegaskan, Polda Jatim tetap melakukan pemantauan keamanan di beberapa tempat seperti Magetan maupun Surabaya, tempat turunnya penumpang yang mengikuti acara yang diselenggarakan Jemaah Tabligh di Magetan.
Pernyataan Kapolda tersebut disampaikan bersamaan dengan dicabutnya status siaga satu di Jatim yang telah diterapkan sejak Rabu (27/8) lalu menyusul kondusifnya keamanan di wilayah Jatim.
Beberapa Jemaah Tabligh yang mulai berdatangan di pelabuhan Tanjung Perak, tampak digeledah. "Kami tidak menemukan benda-benda yang membahayakan," kata Kapolda.
Dijelaskannya, setelah digeledah, peserta tabligh yang mencapai ribuan orang tersebut dikawal petugas hingga ke tempat penyelenggaraan acara.
Kapolda menampik anggapan jika sweeping yang dilakukan anggotanya terlalu berlebihan hingga memicu kemarahan MUI. "Kami melakukan dengan wajar memeriksa saku dan baju mereka," katanya. Ditambahkannya, jika aparat melakukan sweeping dengan melepas baju tentunya hal itu terlalu berlebihan. "Kami memperlakukan mereka dengan baik kok," kata Heru.
Sedangkan warga asing seperti Pakistan, Malaysia dan Singapura yang datang ke Indonesia telah melengkapi semua dokumen keimigrasian. "Tidak ada masalah dengan surat-surat masuk ke Indonesia," tandas kapolda. (fatkul alamy/teddy ardianto)