Minggu, 30 September 2007

Gonjang-Ganjing Gunung Kelud

www.beritajatim.com
Minggu, 30/09/2007 15:35 WIB

Siaran Pers Mbah Ronggo: Gunung Kelud Tak Meletus


Kediri - Mbah Ronggo alias Warsita, Juru Kunci Gunung Kelud terlihat bersemedi meminta wangsit kepada yang maha kuasa apakah gunung yang meletus 1990 akan meletus kembali.

Ditemui beritajatim.com di pesanggrahannya Mbah Ronggo nampak santai dan bersemedi meminta petunjuk agar keputusannya akan disiarkan kepada penduduk sekitar.

Menurutnya ketika sebelum larung sesaji tanggal 9 Septermber 2007 lalu pernah diajak dengan musyawarah tim pamantau karena suhu kawah Gunung Kelud sudah mulai naik.

"Saya waktu itu sudah menyampaikan kepada Tim Pemantau Gunung Kelud meski suhu sudah naik namun belum tentu akan meletus, karena pernyataan Tim pemantau bisa menggegerkan warga sekitar," kata Mbah Ronggo, Minggu (30/09/2007).

Sementara itu Umar Rosadi ketua tim PMVB menyatakan meletus atau ntidak itu tidak bisa diperkirakan namun dia melihat dari data di pos pemantauan. "Gejala-gejala meletus sudah nampak, suhu, kegempaan, unsur kimia air naik dan menunjukkan adanya perubahan, " terangnya.

Dijelaskannya mulai pukul 00.00 WIB hingga 12.00 WIB tadi mlam hingga siang sudah ada tiga kali gempa vulkanik dalam dengan suhu air 36 derajad selsius.

"Warna air kawah putih meluas dan biru hijaunya menjadi sedikit," katanya.

Hingga siang ini tim tidak berani naik ke kawah Gunung Kelud karena perubahan status dari waspada menjadi siaga dan hanya memantau di pos pemantauan.

Sayangnya Kamera CCTV yang sudah terpasang beberapa waktu lalu hingga kini belum bisa dipergunakan hingga tim belum bisa memantau Gunung Kelud sehingga mereka mengandalkan data-data seperti biasanya.[ted]

Editor : Teddy Ardianto
Reporter: Asmaul Chusna

Rabu, 19 September 2007

Hotel Esek-esek Kenjeran Digerebek

Rabu, 19 September 2007

Surabaya- Sebanyak empat orang pasangan yang sedang berbuat mesum di hotel melati Kenjeran dan kawasan Surabaya Timur digerebek aparat kepolisian Polres Surabaya Timur, Selasa (18/09/2007) siang.

Beberapa hotel di kawasan Kenjeran yang digerbek polisi yaitu Hotel Puspa Sari, Kenjeran, Sampoerno Jalan Kaliwaron, dan Hotel Legian, Kenjeran. Dari penggrebekan ini polisi berhasil menjaring empat pasangan mesum.

Kabag Binamitra Polres Surabaya Timur, AKP Rakidi, kepada wartawan, Selasa (18/9/2007), mengatakan penggrebekan ini dilakukan untuk menidaklanjuti laporan dari masyarakat adanya pasangan mesum yang melakukan aksinya disiang hari di bulan puasa.

Awalnya petugas melakukan penyisiran di kawasan Pantai Ria Kenjeran Surabaya. Namun, polisi tidak menemukan pasangan mesum sama sekali. Kemudian, polisi melakukan penyisiran di beberapa hotel di kawasan kenjeran, seperti di Hotel Puspa Sari.

Di Hotel ini, polisi menemukan dan menjaring empat pasangan mesum. Mereka adalah Doni Hendro (24) warga Jalan Kalilom Lor III bersama psangannya, Aries Fitria Ulfa (21) Warga jalan Jepara.

Rudi Hartono (29) warga Dusun Sendang AGung, Pamolan, Lamongan, duet bersama, Kaminem (31) warga Dusun Dargo, Lamongan.

Ratno Jatmiko (26) warga Pamekasan dan pasangan mesumnya, Sarmini (29) wanita asal Madiun serta pasangan mesum lainnya, yakni Nurul Yaqin (24) warga Dana Karya dan Amalia (24) warga Sidotopo Wetan.

"Saat kami mintai keterangan, mereka tidak dapat menujukkan surat bukti nikah yang sah," ujar AKP Rakidi, Selasa (18/9/2007).

Rakidi mengatakan empat pasangan mesum yang terjaring dalam operasi tersebut, tidak ditetapkan sebagai tersangka. "Kita hanya melakukan pembinaan dan mereka kami minta membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya," katanya.

Polisi juga melakukan penggrebekan di Hotel Sampoerno dan Hotel Legian. Namun, polisi tidak menemukan pasangan mesmu lainnya. "Kita akan terus melakukan razia di beberapa hotel dalam bulan puasa ini," pungkasnya.[roi/ted][beritajatim]

Minggu, 16 September 2007

Buku Revolusi Bolivarian

www.beritajatim.com
Minggu, 16/09/2007 07:22 WIB
Info Buku
Media Dan Keberpihakan Kasus Venezuela
Reporter : Teddy Ardianto

Baru-baru ini Presiden Venezuela Hugo Chaves menutup stasiun televisi RCTV (media anti Chavez). Sejumlah tokoh kebebasan pers menuding pemerintah Hugo Chaves yang berhaluan komunis anti kritik dan otoriter.

Namun menurut penulis buku Revolusi Bolivarian, Hugo Chavez dan Presiden Radikal, Nurani Soyomukti menilai apa yang terjadi di Venezuela tentunya harus kritis dan tidak sekedar memandangnya secara hitam-putih.

Para pakar komunikasi tentunya paham bahwa bahwa tidak akan ada berita yang tidak memihak. Hubungan Chavez dengan TV (secara khusus) dan media massa lainnya (secara umum) di Venezuela harus dilihat dari aspek kepentingan ekonomi-politik.

Pertentangan antara Chavez yang ingin membawa Venezuela ke jalan alternatif selain sosialisme dengan kaum oposisi yang pada kenyataannya memang menguasai kepemilikan media merupakan kondisi yang tidak bisa diabaikan untuk memahami demokrasi politik di Venezuela.

Tuduhan Chavez bahwa TV yang dututupnya itu melakukan intrik-intrik kotor juga harus dipertimbangkan. Sejak awal pemerintahannya, pemberitaan media yang mewakili kepentingan oposisi juga berusaha memainkan opininya untuk menyerang Chavez dan pengikutnya. Termasuk berita tentang pemogokan dan kejadian seputar penggulingan terhadap Chavez oleh kelompok oposisi (pengusaha).

Setiap kali kita membaca sebuah berita, kita akan dapat melihat sudut pandang dari mereka yang menulis berita itu. Media pendukung Chavez, selain masih gagal mendominasi, juga akan dihalangi untuk mengumandangkan berita-berita yang mengandung sudut pandang kelas tertindas.

Brian Ellsworth, wartawan Houston Chronicle, pada edisi 20 Desember 2002 telah melaporkan bahwa pertarungan politik Venezuela juga berlangsung sengit dalam bidang pemberitaan, terutama di media televisi. Ia menulis bahwa televisi swasta di Venezuela berpihak tanpa syarat pada gerakan anti-Chavez sementara stasiun televisi pemerintah berpihak tanpa syarat pada Chavez.

Ia melaporkan bahwa liputan dari saluran televisi swasta penuh 'propaganda', sementara saluran televisi pemerintah 'menyatakan kebenaran.' Maria Teresa de Guzman, seorang desainer grafik berusia 39 tahun, melihatnya sebagai hal yang persis berkebalikan. "Pemerintah tidak menyukai saluran televisi komersial karena mereka menunjukkan pada dunia bahwa Chavez adalah seorang pembohong dan komunis," ujarnya.

Ini adalah persoalan perpektif kelas dalam melihat kasus. Ini adalah masalah pendapat orang miskin dan orang kaya. Orang kaya anti-Chavez dan orang miskin pro-Chavez. Kalau media lokal saja keberpihakannya sudah sangat jelas begitu, apalagi media internasional yang dikuasai oleh kelas borjuis.

Dan Feder, wartawan NarcoNews Bulletin, media yang khusus meliputi berita perang anti-narkotik dan politik Amerika Latin, melaporkan bahwa Associated Press, kantor berita yang memasok 90% berita tentang Venezuela, ternyata berpihak tanpa syarat pada kelas borjuasi yang sedang berjuang untuk menggulingkan Chavez.

Associated Press (AP) sudah terkenal dengan pemberitaan berat sebelah seperti ini, seperti yang terjadi pada kasus Peter McFarren, seorang jurnalis AP di Bolivia, yang terlibat dalam menggolkan proyek pipa air senilai US$ 80 juta.

Dalam pemberitaannya tentang konflik yang muncul dari proyek ini, McFarren menulis berita yang sangat merugikan rakyat yang menentang proyek itu.

Belakangan, praktek McFarren itu berhasil dibongkar oleh NarcoNews. Penyelidikan oleh Komite Kejujuran dan Ketepatan Pemberitaan (FAIR) dan Howard Kurtz, wartawan Washington Post, membuktikan bahwa memang Peter McFarren berkepentingan untuk menggolkan proyek itu dan memutarbalikkan fakta dalam pemberitaannya.

Feder melaporkan bahwa wartawan Associated Press (AP) bukan saja tidak mau melaporkan apa yang dikerjakan oleh para pendukung Chavez, tapi juga berani untuk mengemukakan kebohongan terang-terangan. Contohnya, Feder melaporkan bagaimana pernyataan Organisasi Negara-negara Amerika Selatan (OAS) yang mendukung tindakan Chavez dilaporkan sebagai "menentang Chavez".

Dengan lihai, responden AP di Caracas, Nestor Ikeda, memutarbalikkan fakta ini. Ikeda juga selalu melemparkan komentar jahat ketika bicara tentang para pendukung Chavez, kaum Chavistas, dan membumbui komentar positif ketika bicara tentang para penentang Chavez.

Dalam penulisan laporannya, Ikeda hanya mengandalkan pertemuan dan wawancara dengan para penentang Chavez, ia sama sekali tidak pernah memuat pendapat para pendukung Chavez. Pendeknya, Ikeda berpihak tanpa syarat pada para penentang Chavez.

Data-data tersebut menguatkan pandangan bahwa penilaian dan tindakan Chavez terhadap TV harus diletakkan dalam konteks politik Venezuela. TV swasta yang dikuasai oleh kelompok oposisi memang menjadi penghambat bagi pelaksanaan program-program perjuangan Hugo Chavez untuk melakukan transformasi sosial di negerinya.

Oleh karena itulah salah satu program Chavez ketika naik menjadi presiden adalah juga merebut kembali Televisi nasional (semacam TVRI di Indonesia) yang dapat digunakan untuk membalas penilaian-penilaian buruk dan serangan-serangan dari media Barat dan swasta yang dikuasai oleh kelompok kontra-revolusi.

Hugo Chaves juga bermaksud menggoalkan proyek Telesur, yaitu dimaksudkan sebagai stasiun TV seluruh Amerika Latin yang dikomandoi Venezuela yang tujuannya adalah menyediakan berita dari perspektif rakyat Amerika Latin.

Stasiun TV yang mendominasi benua waktu itu adalah CNN di Spanyol, yang mencerminkan bias kepentingan dari AS. Argentina, Brazil, dan pemerintahan yang baru terpilih di Uruguay mendukung kedua proyek tersebut.

Ingin tahu kelanjutannya? Bisakah, Indonesia seperti Venezuela? Membaca buku ini anda akan terhenyak kaget!~ Ternyata ada sistem alternatifdengan praktek-praktek ekonomi menarik yang dijlentrehkan cukup detail dalam buku ini. "Ini adalah buku pertama tentang Revolusi Bolivarian di Venezuela di bawah Hugo Chavez yang ditulis oleh penulis Indonesia.[ted]

Selasa, 11 September 2007

PSK Dolly Mulai Kemasi Barang

Selasa, 11/09/2007 12:57 WIB
Tutup Selama Ramadhan

Reporter : Teddy Ardianto

Surabaya - Sejumlah Pekerja Seks Komersial (PSK )di Lokalisasi Dolly Surabaya mulai mengemas barang-barangnya seiring dengan datangnya bulan Ramadhan yang diperkirakan mulai tanggal 13 September lusa.

Mereka akan mudik kembali ke kampunya setelah selama setahun ini menghuni lokalisasi Dolly dengan beragam cerita melayani lelaki hidung belang yang datang silih berganti.

"Saya tidak tahu mau kembali lagi kesini atau mencari pekerjaan lain," terang Ivone salah seorang penghuni wisma Monalisa.

Begitu juga dengan penghuni lainnya mengaku menentukan pilihan lagi setelah lebaran nanti apakah kembali lagi atau tidak karena sudah mencari uang. "Tabungan sudah cukup membayar hutang jadi saya tidak akan kembali lagi mencari pekerjaan lain," kata Novi.

Selain sejumlah PSK Dolly, sejumlah Purel dan tempat hiburan di Surabaya mulai besok harus menutup tempatnya karena tidak boleh beroperasi selama bulan ramadhan.

"Mungkin nanti saya pindah kerja di tempat lain karena ditempat ini tamunya sepi setelah berulang kali digerbek polisi," kata Dian purel diskotek papan atas.

Pemerintah kota Surabaya setiap tahun selama bulan Ramadhan melarang beroperasinya tempat hiburan malam maupun tempat esek-esek lainnya baik itu tempat pijat dan karaoke.

Selain tempat hiburan malam sejumlah Hotel short time juga akan dijadikan pengawasan pihak aparat dan dilarang menerima pasangan laki-laki dan perempuan yang belum menikah.[ted]

Sabtu, 08 September 2007

Wartawan Senior Surabaya Gagalkan Ibu Bunuh Diri

Sabtu, 08/09/2007 09:00 WIB
Percobaan Bunuh Diri di Apartemen Graha Famili
Dirayu Pimred beritajatim.com, Yeni Urung Bunuh Diri
Reporter : Teddy Ardianto

Surabaya-Yeni Suryansyah (bukan Yuni Suryansyah), warga Kabupaten Berau, Kaltim akhirnya menyudahi rencana bunuh diri terjun bebas dari lantai 6 Apartemen Graha Famili di Kota Surabaya. Dia sempat bergelantungan sekitar 3,5 jam di pagar teras kamar 606 apartemen tersebut.

Luluhnya sikap Yeni untuk tak melakukan aksi bunuh diri dengan cara terjun bebas dari lantai 6 Apartemen Graha Famili selain ada jaminan polisi tak akan menangkapnya, juga karena pendekatan yang dilakukan pengacaranya, Sudiman Sidabuke dan Pimred www.beritajatim.com yang kebetulan meliput langsung kejadian itu di lapangan.

"Saya haturkan banyak terima kasih atas bantuan yang diberikan Mas Dwi Eko Lokononto untuk menyelamatkan Bu Yeni," ujar Sudiman Sidabuke di lokasi kejadian, Sabtu (c8/9/2007) pagi.

Lucky Lokononto --panggilan akrab Dwi Eko Lokononto--terlibat langsung dalam proses negoisasi dan penyelamatan Yeni setelah diminta Sudiman Sidabuke dan Wahyuono Adi Paripurno (teman Yeni).

"Mas, tolong naik ke lantai 6. Mungkin dengan jaminan wartawan, Yeni mau mengurungkan niat bunuh diri," kata Wahyuono melalui telepon saat meminta Lucky membantu merayu Yeni.

Lucky pun langsung naik ke kamar 606 Apartemen Graha Famili. Selanjutnya, orang pertama di portal beritajatim.com ini berbicara dengan Yeni dari jarak sekitar 4 meter. Dengan tutur kata lembut, Lucky meminta Yeni mengurungkan niatnya bunuh diri.

"Ayo, mbak jangan melompat. Kasihan adik --maksudnya, anak Yeni yang bernama Anny Suhartono, Red--. Ini sudah ada Pak Nasri --AKPB Nasri, Kasat Pidana Umum POlda Jatim, Red-- yang menjamin tak akan menangkapnya. Insya Allah tak akan ada apa-apa," kata Lucky.

Nasri yang ada di dalam kamar dengan sabar juga meyakinkan bahwa dirinya menjamin, Yeni aman hingga terbang ke Jakarta. Meski sudah dirayu dan dijamin seperti itu, Yeni tidak juga luluh.

Ibu satu anak itu juga menolak ketika ditawari minum oleh AKPB Nasri. Ia tidak mau menerima saat aparat yang juga sangat sabar mengukurkan gelas.

"Saya tetap minta jaminan keadilan pak. Pak Wartawan, tolong jangan saya dikalahkan. Kalau tidak pada polisi kemana lagi saya minta keadilan. Tolong saya diteleponkan Propam Mabes Polri," kata Yeni.

Di tengah ketegangan itu, Wahyuono Adi Paripurno --seorang teman Yeni, Red-- menghubungi pihak Mabes Polri menemui hasil. Namun Yeni menolak bicara langsung. Ia meminta Nasri berbicara dengan orang dari Mabes Polri dan mengucapkan janji adanya jaminan keamanan.

Sambil terus menangis, Yeni akhirnya bersedia bicara dengan orang dari Propam Mabes Polri itu dari telepon yang diulurkan AKPB Nasri. "Pak, kasus saya telah di SP3, tapi mengapa saya masih dikejar-kejar polisi. Bapak bisa tidak memberi jaminan keamanan, kalau tidak saya akan loncat," kata Yeni sambil berteriak.

Mendengar hal itu, telepon dari seberang meminta Yeni tidak bunuh diri. "Jangan Bu Yeni, jangan bunuh diri. Biarlah aparat menangani masalah ibu," kata orang dari Mabes Polri itu.

Setelah emosi Yeni mereda, Lucky mulai membujuk Yeni untuk naik ke teras apartemen. "Sudah ya Mbak Yeni. Ini sudah lebih dari 2 jam. Mbak pasti kepanasan. Nanti kalau lemas pasti berbahaya. Sudah ya, naik ke sini," kata Lucky.


Tak berselang lama, Yeni sadar dan menyatakan tak akan terjun bebas dari lantai 6 Apartemen Graha Famili. Tapi, ada syarat yang diminta Yeni, yakni Lucky diminta ikut mengantarnya ke Bandar Udara Juanda Surabaya, karena dia akan berangkat ke Jakarta mengurus masalahnya.

Yeni juga meminta Lucky Lokononton bersumpah menepati janji untuk mengantar ke Juanda. "Mas wartawan, tolong bersumpah demi Tuhan, Anda akan mengantar saya hinngga Bandara Juanda," kata Jeni dalam isak tangisnya.

"Akhirnya dengan seijin pihak kepolisian dan pihak lainnya, saya mengangkat Yeni dari pinggir pagar teras apartemennnya," tambah Lucky.

Begitu diistahatkan di kamarnya, fisik Yeni terlihat kelelahan. Dia tampaknya mengalami dehidrasi (kekurangan cairan) setelah bergelantungan selama 3,5 jam di teras kamarnya. "Yang penting Bu Yeni selamat. Saya doakan semoga masalahnya cepat selesai, sehingga bisa mendidik anaknya dengan baik," tegas Lucky. (bj2)