Kamis, 02 Agustus 2007

Hakim Masih Lemah

www.beritajatim.com
Reporter : Teddy Ardianto

Banyaknya putusan ringan perkara korupsi yang dihasilkan Pengadilan Negeri karena masih lemahnya hakim dalam mencermati berita acara pemeriksaan (BAP) yang diserahkan kepada penyidik kejaksaan.

Posisi hakim dalam penegakan tindak pidana korupsi dinilai paling lemah secara fundamental dibandingkan aparat kepolisian dan kejaksaan.

Hal ini disampaikan Dr Yenti Garnasih SH MH, pakar hukum pencucian uang hasil korupsi dari Universitas Trisakti Jakarta saat menyampaikan materi workshop 'Urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Khusus Tipikor' di Hotel Sheraton Surabaya Selasa (31/7) lalu.

"Harus ada sa sanksi bagi hakim tersebut karena tidak profesional dalam menjalankan sidang tindak pidana korupsi," katanya.

Menurut Istri Brigjen TNI Bambang Prasetyo, selain kurang profesionalisme hakim, Yenti juga melihat pengadilan tipikor saat ini belum dilakukan sesuai aturan. Salah satu indikasinya adalah belum dilakukannya ketentuan untuk bisa menyidangkan kasus tipikor tanpa kehadiran terdakwa.

"Sesuai ketentuannya jika terdakwa tidak diketahui keberadaannya atau buron tetap bisa digelar sidang dan hak terdakwa di muka sidang sudah hilang. Jadi kalau setelah putusan dia tertangkap, maka dia tidak bisa apa-apa lagi," imbuhnya.

Ibu dua anak ini menambahkan munculnya RUU Pengadilan Khusus Tipikor ini yang merupakan bentukan civil society menurut Yenti diharapkan bisa menjawab hal itu. Namun Yenti berharap agar proses pembuatan UU ini dilakukan dengan taat dan menghargai keberadaan Badan Pembinaan Hukum nasional (BPHN).

"Dengan adanya Pengadilan Tipikor nanti akan ada upaya pengembalian uang negara yang disimpan di bank luar negeri," katanya.

Pasalnya kata wanita yang meraih doktor studi pustaka di Washington University dengan sedikitnya 500 dokumen menjelaskan aset koruptor di luar negeri tidak bisa kembali utuh jika ditarik dari bank luar negeri.[ted/gus]

Tidak ada komentar: